Thursday, January 14, 2010

Kereta Gede Pekalangan

pedati+gede+pekalanganpedati+gede+pekalanganpedati+gede+pekalangan
Puing-puing Pedati Gede Pekalangan 

Barangkali tak ada pedati di jagat ini memiliki ukuran raksasa seperti pedati gede ini. Panjang total pedati 8,6 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,6 meter. Pedati itu memiliki enam roda besar berdiameter 2 meter dan dua roda kecil berdiameter 1,5 meter. Panjang jari-jari roda besar 90 cm dan panjang jari-jari roda kecil 70 cm.


Pedati Gede Pekalangan adalah rancang bangun teknologi pada zamannya. Roda pedati ini dihubungkan oleh semacam as yang terbuat dari kayu bulat berdiameter 15 cm. As ini kemudian dimasukkan ke dalam poros yang dipasang di setiap roda, yang juga terbuat dari kayu.

Agar pertemuan as bisa licin bertemu dengan poros, digunakanlah pelumas yang menggunakan getah pohon damar. “Dengan getah itu putaran roda bisa lancar dan normal dan tidak mudah aus,” kata TD Sudjana, pemerhati sejarah klasik Cirebon.

Satu hal lagi yang luar biasa dari pedati ini, sistem rangkaiannya menggunakan sistem knockdown. Artinya, pedati ini bisa dibongkar pasang sesuai kebutuhan. Misalnya pedati ini membutuhkan rangkaian pedati yang lebih panjang lagi, tinggal secara cepat dipasang rangkaian pedati tambahan di belakangnya. Karena itu, mirip dengan kereta api, pedati ini bisa memiliki rangkaian panjang sesuai kebutuhan daya angkut. Pedati Gede ini dulu ditarik kerbau bule yang diyakini punya kekuatan lebih dibanding kerbau biasa.

Berdasarkan catatan tertulis yang dipelajari oleh Chaerul Salam maupun pangeran dari Keraton Kacirebonan, almarhum Pangeran Haji Yusuf Dendabrata, pedati ini dibuat tahun 1371. Bahkan Dendabrata menyebutkan, Pedati Gede Pekalangan ini dibuat pada masa pemerintahan Cakrabuwana di Cirebon yang waktu itu masih berbentuk ketumenggungan.

Pada awal abad ke-15 saat Sunan Gunungjati menjadi sultan pertama di Kesultanan Cirebon, Pedati Gede masih difungsikan. Pedati Gede teruji sebagai alat transportasi andal ketika kereta ini menjadi alat angkut bahan-bahan bangunan saat pembangunan Masjid Agung Ciptarasa tahun 1480. Masjid itu sekarang masih berdiri megah, artistik dan antik di sebelah kiri bangunan Keraton Kasepuhan.

Sampai pada pemerintahan Kesultanan Cirebon dipegang Panembahan Ratu I (1526-1649) penggunaan pedati seperti Pedati Gede ini makin berkembang. Masyarakat awam dengan mencontoh teknologi Pedati Gede, boleh membuat pedati sendiri sebagai alat transportasi.

Pedati Gede merupakan bentuk evolusi teknologi pedati pada zaman sebelumnya. Bahkan, beberapa sumber sejarah Cirebon menyebutkan, sejak abad ke-2 di Cirebon sudah ada pedati. Hanya bagaimana bentuknya, konstruksi teknologinya, tidak ada sumber tertulis yang menyebut. TD Sudjana menyebutkan, kata pedati, sejauh pengetahuannya, hanya tercantum dalam Kitab Raja-raja I karangan Wangsakerta, sekitar abad ke-15.

Kalau saja terhitung sejak abad ke-2 sudah ada pedati, maka sampai pada era Pedati Gede ini, sudah 15 abad perjalanan transportasi pedati. Bila dihitung hingga sekarang sudah 18 abad lebih. Kitab Raja-raja I menyebutkan, pada abad ke-2 Kerajaan Tarumanegara di daerah Cisadane, Bogor, saat itu diperintah Raja Purnawarman. Terjadi pemberontakan oleh adik Purnawarman bernama Sakiawarman. Sang adik ini ingin merebut takhta kakaknya dengan cara menghabisi seluruh keturunan Purna-warman.

Terjadilah pertempuran antara pasukan Purnawarman dan Sakiawarman, yang kemudian terdesak dan bersembunyi di wilayah Girinata (kini diperkirakan terletak di wilayah Palimanan, Cirebon). Karena itu merupakan wilayah Kerajaan Indraprasta, maka Purnawarman meminta bantuan kepada Wiryabanyu, Raja Indraprasta yang memang sudah lama terjalin hubungan baik.

Wiryabanyu yang memang berniat ingin menjadi besan Purnawarman, akhirnya menyerbu Sakiawarman. Pasukan Wiryabanyu dalam berangkat ke Girinata ini diceritakan menggunakan barisan pedati sebagai pengangkut pasukan. “Konon pedati itu juga bisa menjadi tameng dari serbuan-serbuan musuh,” kata TD Sudjana.

Pedati Gede Pekalangan menurut TD Sudjana diduga kuat merupakan babonnya pedati-pedati yang muncul kemudian di Jawa. “Untuk Cirebon, penggunaan pedati memang layak karena tanahnya yang becek. Pedati dengan roda kayu merupakan pilihan teknologi transportasi yang pas. Jika pedati terjerembab ke dalam lumpur, cara mengatasinya gampang. Roda yang masuk dalam lumpur diangkat dengan kayu, sementara kusir melecuti kerbau penarik untuk cepat berlari, dengan begitu jebakan lumpur bisa teratasi,” tegasnya.

Disadur dari : blesak.wordpress.com

Artikel terkait :
1. Kereta Singa Barong
2. Kereta Paksi Naga Liman
3. Kereta Jempana

No comments:

Post a Comment