Thursday, January 14, 2010

Masjid Agung Sang Cipta Rasa

masjid+agung+sang+cipta+rasa
KabarIndonesia - Biasanya adzan dilakukan oleh satu orang. Namun, ini berbeda dengan apa yang terjadi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Di masjid yang dibangun sekitar tahun 1480 ini, adzan dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus secara bersamaan. Satu hal yang tidak akan kita pernah temui di belahan dunia manapun.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid tertua di Cirebon. Masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon dan dibangun sekitar tahun 1480 M. Wali Songo berperan besar terhadap pembangunan masjid ini.

Kereta jempana

kereta+jempana
Kereta Jempana dimusiumkan di Keraton Kanoman. Kereta ini lebih sederhana dari dua kereta keraton
lainnya, Paksi Naga Liman dan Singa Barong.

Kereta Paksi Naga Liman


Konsep raja atau sultan sebagai penguasa dan pengayom bagi semesta alam di Cirebon diwujudkan dalam Kereta Paksi Naga Liman. Sebuah kereta yang sangat indah menyerupai kembarannya Kereta Singa Barong.

Kereta kencana Singa Barong

kereta+singa+barong
Suatu malam Pangeran Losari adik dari Panembahan Ratu I (raja Kerajaan Cerbon ke-2) melihat mahluk prabangsa (mahluk purba, hewan imajiner) terbang gagah berani di angkasa. Mahluk tersebut berbadan singa berkepala naga dengan belalai yang menggenggam trisula, di badannya terdapat sepasang sayap yang indah. Kemudian gambaran tersebut disampaikan ke Panembahan Ratu I dan menjadi ide pembuatan kereta kerajaan yang baru

Kereta Gede Pekalangan

pedati+gede+pekalanganpedati+gede+pekalanganpedati+gede+pekalangan
Puing-puing Pedati Gede Pekalangan 

Barangkali tak ada pedati di jagat ini memiliki ukuran raksasa seperti pedati gede ini. Panjang total pedati 8,6 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,6 meter. Pedati itu memiliki enam roda besar berdiameter 2 meter dan dua roda kecil berdiameter 1,5 meter. Panjang jari-jari roda besar 90 cm dan panjang jari-jari roda kecil 70 cm.

Keraton Kasepuhan


Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya.

Keraton Kacirebonan

Walaupun disebut sebagai Kraton namun bangunan dari Kraton Kacirebonan memiliki bentuk seperti rumah biasa yang menjadi tempat tinggal anggota keluarga kerajaan yang ada saat ini yang merupakan keturunan dari Raja Kanoman yang memisahkan diri dari Kesultanan Kasepuhan abad ke 18. jangan ragu-ragu datang kesini, ketuk pintunya dan seseorang akan membukakan pintunya dan dengan senang hati mengantarkan anda berkeliling, namun jangan lupa untuk memberi sumbangan. Rumah yang dibangun pada tahun 1839 ini memiliki arsitektur kolonial yang bagus serta sejumlah koleksi antara lain pedang, dokumen dan benda-benda peninggalan kerajaan lainnya.

Kedudukan Cirebon yang berada pada bayang-bayang pengaruh Mataram. ketika Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646 hingga 1677. Masa pemerin tahan yang ditandai dengan banyaknya pergolakan agaknya menjadi faktor penting mengapa Cirebon semakin menjadi lemah. Pada zaman Amangkurat I, penguasa Cirebon Panembahan Ratu II, cucu Panembahan Ratu, atas permintaan Mataram berpindah ke Girilaya. Kepergiannya dari Keraton' Cirebon ke daerah dekat ibukota Mataram ini disertai oleh kedua puteranya, yakni Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Sebagai penggan ti kedudukannya selaku Sultan Cirebon, ditunjuk puteranya yang paling bungsu, yaitu Pangeran Wangsakarta.
Panembahan Ratu wafat pada tahun 1662 Masehi. Sebelum meninggal beliau membagi kerajaannya menjadi dua yang diwariskan kepada kedua puteranya itu. Pangeran Martawijaya diangkat sebagai Panembahan Sepuh yang berkuasa atas Kasepuhan. Sedangkan Kertawijaya ditunjuk sebagai Panembahan Anom yang berkuasa atas Kanoman.
Sementara itu, Raja Amangkurat I yang kurang bijaksana menimbulkan kebencian di kalangan istana dan penguasa-penguasa daerah yang lain. Dengan didukung oleh seorang pangeran dari Madura bernama Tarunajaya, sang putera mahkota mengadakan pemberontakan. Sayangnya, usaha mereka menentang Amangkurat I tidak berhasil karena perpecahan antara keduanya.
Raja Amangkurat I kemudian meninggal di Tegalwangi setelah melarikan diri dari ibukota Mataram. Dalam pertempuran tersebut, kedua pangeran dari Cirebon itu memihak pada pihak pemberontak. Kira-kira tahun 1678 Masehi, kedua bangsawan pcwaris tahta Cirebon kembali ke tanah kelahirannya. Dengan demikian kini di Cirebon bherkuasa tiga sultan, masing-masing Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Sultan Cerbon.
Sementara itu di Mataram sebagai akibat dari pemberontakan Tarunajaya, bertumpuklah hutang yang harus dibayarkan kepada pihak VOC-Belanda yang membantu Amangkurat I. Pihak Mataram membayar hutangnya itu dengan cara melepaskan pelabuhan-pelabuhan potensial beserta penghasilan
yang amat menguntungkan itu kepada VOC.
Akibatnya lebih lanjut adalah penghapusan gelar Sultan dari penguasa Cirebon pada tahun 1681 Masehi. Sebagai gantinya, raja-raja Cirebon kembali pada gelar Panembahan yang sesungguhnya lebih rendah dari Sultan.
Pengganti Sultan Anom adalah putera bungsu. Sedangkan di Kasepuhan terjadi pembagian kekuasaan anatara Sultan Sepuh dan Sultan Cirebon. Ketika Pangeran Cirebon dibuang karena melawan Belanda, daerah kekuasaan nya diberikan kembali kepada Sultan Sepuh. Kemunduran Kesultanan Cirebon semakin meningkat sejak tahun 1773 Masehi. Setelah Panembahan terakhir wafat tanpa mewarisi keturunan, daerahnya kemudian menjadi terbagi-bagi dan dikuasai oleh para pangeran.

Disadur dari : www.merbabu.com

Artikel terkait :
2. Keraton Kanoman

Wednesday, January 13, 2010

Keraton Kanoman

keraton+kanoman
Keraton Kanoman adalah pusat peradaban Kesultanan Cirebon, yang kemudian terpecah menjadi Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Kebesaran Islam di Jawa Barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung Jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.